Pasien dengan penyakit parah biasanya mengalami kecemasan yang sangat karena bersiap menanti ajal. Untuk mengatasi ketakutan tersebut. ilmuwan menyarankan pemberian obat psikotropika yakni Psycolibin dan MDMA karena bisa bikin pasien tenang dan lebih optimistis.
Seorang pasien tumor usus besar kronis berusia 55 tahun bernama Pam Sakuda didiagnosis hanya punya masa hidup 6 - 14 bulan. Sakuda bertekad memperlambat bahaya penyakitnya dengan berlari beberapa kilometer setiap hari, bahkan selama menjalani pengobatan yang melelahkan. Dengan optimis karena mengonsumsi Psycolibin, Sakuda akhirnya bisa bertahan hidup selama 4 tahun.
Untuk mengatasi rasa takutnya, Sakuda mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Charles Grob, psikiater dan peneliti di Harbor-University of California Los Angeles Medical Center. Grob memberikan psilocybin kepada pasien kanker stadium akhir untuk melihat pengaruhnya dalam mengurangi rasa takut akan kematian. Psycolibin zat psikoaktif, yaitu zat yang dapat mempengaruhi kesadaran dan menyebabkan orang berhalusinasi.
Ketika penelitian selesai pada tahun 2008, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian psilocybin kepada pasien sakit kronis yang tak dapat disembuhkan cukup aman, sekaligus efektif mengurangi kecemasan dan depresi dalam menghadapi kematian.
"Saya sama sekali tidak punya jawaban yang pasti mengapa obat ini dapat meringankan rasa takut akan kematian. Tetapi kita tahu bahwa di zaman purbakala, orang yang memiliki pengalaman spiritual transformatif memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap dirinya sendiri dan dunianya sehingga mampu menghadapi kematiannya dengan tenang," kata Grob seperti dilansir New York Times, Selasa (1/5/2012).
Dr John Halpern, kepala Laboratorium Psikiatri Integratif di McLean Hospital menggunakan MDMA untuk meredakan kecemasan menghadapi kematian kepada pasien kanker stadium akhir. MDMA atau (3,4-methylenedioxy-N-methylamphetamine) merupakan salah satu jenis amfetamin yang dikenal sebagai ekstasi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Michael Mithoefer menunjukkan bahwa MDMA efektif mengatasi PTSD (sindrom stres pasca trauma) parah. Dr Halpern juga telah memeriksa studi kasus penderita sakit kepala yang meminum LSD dan mengaku gejala sakitnya kemudian menjadi sangat berkurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pasien berkurang drastis setelah 1 - 3 bulan menjalani pengobatan, dan penurunan kecemasan terjadi secara berkelanjutan. Meskipun penelitian ini cukup menjanjikan, Grob dan para peneliti lainnya masih berhati-hati mengambil kesimpulan karena penggunaan obat ini dapat memicu kontroversi.
Selama bertahun-tahun, Roland Griffiths dari Johns Hopkins Bayview Medical Center telah mempelajari efek psilocybin pada orang sehat. Dia ingin melihat apakah dalam dosis tertentu, obat tersebut dapat menginduksi kondisi trance atau kehilangan kesadaran.
Griffiths dan timnya menemukan bahwa psilocybin dengan dosis 20 - 30 mg tidak hanya memicu kondisi trance, tetapi juga menimbulkan perubahan positif dalam sikap, suasana hati dan perilaku peserta penelitian.
"Setelah mengalami pengalaman trance, rasa takut seseorang terhadap kematian seringkali jauh berkurang. 14 bulan setelah berpartisipasi dalam penelitian, 94% peserta penelitian mengatakan bahwa pengalaman trance-nya itu merupakan salah satu pengalaman paling berarti dalam hidupnya," kata Griffiths.
Seperti dimuat dalam The Journal of Psychopharmacology, Griffiths memberikan tes psikologi 1 - 14 bulan kemudian.
Hasilnya, peserta penelitian lebih sepakat dengan pernyataan seperti 'kematian bukan merupakan suatu akhir tetapi bagian dari sebuah proses' dan 'kematian saya tidak mengakhiri eksistensi pribadi saya'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar