Bagaimana mengetahui komposisi exoplanet? Planet yang bahkan tidak
tampak dengan mata telanjang dari Bumi ini tentu menyimpan banyak
cerita. Sama seperti penemuannya yang
menggunakan berbagai teknik tidak langsung, tentunya kita tidak bisa
melihat sendiri dan menentukan apa yang ada di exoplanet.
Salah satu cara untuk mengetahui komposisi exoplanet adalah dengan
mempelajari kelimpahan elemen di bintang sehingga para peneliti bisa
mengetahui kalau sistem keplanetan juga memiliki komposisi yang beragam
yang berbeda dengan Tata Surya. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi
proses plat tektonik di planet yang mengitari bintang-bintang tersebut.
Menelesuri Komposisi Planet
Studi kelimpahan fotosferik bintang yang menjadi induk bagi planet
merupakan kunci penting untuk memahami bagaimana protoplanet terbentuk
dan awan protoplanet mana yang berevolusi menjadi planet dan mana yang
tidak. Studi ini jelas memberi implikasi penting untuk model pembentukan
planet raksasa dan evolusinya serta menjadi petunjuk untuk mengetahui
struktur atmosfer dan internal planet dan komposisi planet ekstrasolar.
Studi teoretis menunjukkan kalau fraksi C/O dan Mg/Si merupakan
elemen perbandingan penting untuk menentukan mineralogi planet kebumian
karena dapat memeberikan informasi terkait komposisi planet tersebut.
Perbandingan C/O mengontrol distribusi Si di antara karbit dan oksida,
sementara Mg/Si menjadi sumber informasi bagi keberadaan mineral
silikat.
Tahun 2010, J. Carter-Bond melakukan simulasi pembentukan planet
dengan memasukkan komposisi kimia awan protoplanet sebagai salah satu
parameter. Hasilnya, planet kebumian ditemukan bisa terbentuk dalam
semua simulasi yang dilakukan dengan komposisi kimia yang sangat
bervariasi. Karena itu kemungkinan bahwa sbeuah planet kebumian
terbentuk dengan komposisi yang sangat berbeda dengan Bumi sangat besar.
Di tahun yang sama, Elisa Delgado Mena juga melakukan studi
kelimpahan C, O, Mg dan Si di 61 bintang yang memiliki planet dan 270
bintang yang tidak memiliki planet dari sampel HARPS GTO. Dalam
penelitian tersebut ia dan timnya menemukan rasio mineralogi yang
berbeda dari Matahari yang sekaligus menindikasikan variasi sistem
keplanetan yang berbeda dari Tata Surya. Kebanyakan bintang induk bagi
exoplanet memiliki Mg/Si kurang dari 1, sehingga planetnya akan memiliki
Si yang tinggi untuk membentuk senyawa MgSiO3. Keberadaan komposisi
MgSiO3 tersebut memiliki implikasi yang penting untuk proses internal
planet seperti plat tektonik, komposisi atmosfer dan aktivitas vulkanik.
Planet serupa Bumi yang terbentuk di alam semesta diperkirakan bisa
mencapai milyaran di alam semesta tapi sebagian besar planet-planet
tersebut akan memiliki struktur atmosfer dan struktur internal yang
berbeda satu sama lainnya. Pembentukan planet pada lingkungan kimiawi
non-Matahari ( yang umum ada di alam semesta) akan mengarah pada
terbentuknya planet yang “aneh”, yang sangat berbeda dari Bumi!.
Simulasi terbaru yang dilakukan memperlihatkan kemungkinan komposisi
yang sangat bervariasi dari planet-planet kebumian yang terbentuk.
Planet yang terbentuk pada bintang yang memiliki rasio Mg/Si kurang dari
1 akan mengalami ketiadaan Mg (dibanding Bumi), dan akan terdiri dari
spesies silikat seperti pyroxene dan berbagai tipe feldspars ( KAlSi3O8 –
NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8 ). Feldspars merupakan kumpulan batuan yang
terbentuk dari mineral tektosilikat yang membentuk sekitar 60% kerak
Bumi. Sementara untuk keplanetan dengan karbon yang melimpah juga
menghasilkan planet yang memiliki tipe berbeda-beda berdasar rasio C/O
bintang induknya. Kelimpahan yang diprediksi ini sesuai dengan hasil
pengamatan katai putih yang mengalami polusi aka tercemar dimana
seharusnya bintang katai putih tersebut sudah mengakresi planet bagian
dalamnya saat berada di tahap raksasa merah.
Pengamatan pada vvariasi rasio C/O dan Mg/Si pada bintang induk yang
diketahui memiliki sistem planet menunjukkan kalau komposisi yang
beragam pada planet ekstrasolar kebumian memang ada. Rentang variasi itu
dimulai dari planet yang relatif serupa dengan Bumi, planet yang
didominasi oleh C seperti batuan grafit dan karbit (SiC, TiC).
Hasil penelitian Elisa Delgado Mina di tahun 2010 digunakan dalam
studi lanjut ini karena ia-lah yang pertama kali menentukan kelimpahan
dari seluruh elemen yang dibutuhkan dari bintang yang memiliki sistem
planet dan bintang yang tidak memiliki planet.
Senyawa kimia dan simulasi dinamik ini kemudian digabungkan dengan
mengasumsikan kalau setiap emrio akan memiliki komposisi sesuai dengan
lokasi pembentukannya dan kemudian mengkontribusi komposisi yang sama
pada planet kebumian yang disimulasikan. Hasil yang didapat dari
simulasi, planet kebumian paling dekat dengan bintang pada jarak ~0,5 SA
akan memiliki jumlah yang signifikan dari elemen Al dan Ca (~47% dari
massa sistem planet). Sementara planet yang terbentuk di luar 0,5 SA
dari bintang induk akan memiliki komponen Al dan Ca yang semakin
berkurang seiring bertambahnya jarak dari bintang induk.
Pada sistem keplanetan 55 Cnc, rasio C/O lebih dari 1 (C/O = 1,12).
Sistem ini menghasilkan planet “serupa Bumi” yang kaya karbon. Dan
seluruh planet kebumian yang dihasilkan dalam simulasi ini didominasi
oleh O, Fe, Mg dan Si dengan sebagian besar elemen tersebut berada dalam
bentuk silikat atau logam ( dalam hal ini besi). Namun perbedaan
penting dari planet-planet yang terbentuk pada sistem dengan C/O <
0,8 (HD17051, HD19994) dan sistem dengan C/O > 0.8 (55Cnc) telah
ditemukan.
Para peneliti masih terus melakukan kalkulasi ulang agar kesalahan
pengukuran dalam kelimpahan elemen bisa semakin kecil sehingga dapat
menghasilkan pemodelan dan simulasi numerik yang dapat digunakan sebagai
acuan. Dan untuk sampai pada titik akhir kesimpulan tentu masih sangat
jauh.
Saudara Kembar Bumi Bisa Sangat Berbeda!
Sabtu, 17 Maret 2012
Label:
Tips Info Astronomi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar